14 Sep 2016

Dear Diera...

0

“ menyimpan rasa cintamu itu sama saja kamu menyakiti dirimu sendiri. maka jangan salahkan orang yang kau cinta atas sakit yang kau rasa. – Adias “

Soekarno Hatta International Airport
23 September 2015 (06.00 AM)

“ adias, udah siap berangkat ? “ , tanya seorang ibu kepada seorang anak laki-laki
“ bentar, bun. Diera belom dateng nih “ , jawab anak laki-laki yang bernama Adias itu
15 menit kemudian, seorang anak perempuan datang dengan gayanya yang santai. Ia langsung menghampiri Adias. Iya, anak perempuan itu bernama Diera. Seseorang yang sudah ditunggu kehadirannya oleh Adias sebelum keberangkatannya ke Belanda
“ aku kira kamu nggak bakal dateng “ , ujar Adias
“ maaf aku telat. Kamu belom check in? “ , ujar Diera dengan senyum kecilnya
Adias langsung memeluk Diera,
“ aku nunggu kamu. makasih kamu udah mau dateng. Jaga diri kamu baik-baik ya. “ ,
“ dan pada akhirnya kamu pun memutuskan untuk pergi, seseorang yang aku sayang. seharusnya aku tidak membiarkan hatiku terbuka untukmu “ , Diera berujar dalam hati
“ aku pergi ya “ , pamit Adias sembari melepaskan pelukannya
“ iya hati-hati. Jaga diri kamu juga “ ,

1 tahun berlalu..
23 September 2016

Pagi yang cerah untuk memulai hari dengan penuh semangat. Kicauan burung dan cerahnya sinar matahari menyapa di hari ini. Seperti biasanya, hari ini tanggal 23 September Diera yakin akan ada tukang pos yang datang memberikan surat untuknya. Benar saja, tukang pos itu datang dan langsung mengetuk pintu rumah kos Diera. Diera keluar dari kamarnya dan langsung menemui tukang pos itu. Diera menerima surat beramplop biru muda dan membawanya masuk ke kamar. Ternyata, Diera tidak langsung membuka surat itu, ya seperti biasa surat itu disimpan oleh Diera di dalam sebuah kotak. Terlihat tumpukan surat beramplopkan sama seperti yang baru saja diterimanya. Ya..Diera memang sengaja tidak membuka surat itu. Ia memang menerima surat itu tapi tidak untuk membacanya. Diera hanya memandangi kotak berisi tumpukan surat-surat itu dan kembali menyimpannya ke dalam lemari.

Tak lama Diera keluar dari kamarnya dan menuju ke cafe tempatnya bekerja. Sesampainya di cafe, Diera langsung mengganti pakaiannya dengan seragam cafe tersebut. Diera langsung menuju kasir tempat ia bertugas
“ selamat pagi, mau pesan apa? “ , sapa Diera dengan senyum kepada pelanggan yang datang
“ saya pesan cappuccino 1 “ ,
“ hot or ice, mbak ? “ ,
“ hot aja “ ,
“ oke, hot cappuccino 1 ya. Totalnya 15.500 “ ,
Pelanggan tersebut memberikan selembar uang 20 ribuan, Diera pun langsung menerima uang tersebut dan menyiapkan pesanan pelanggan. Waktu pun telah menunjukkan pukul 12 siang, itu berarti waktunya Diera istirahat. Diera pun langsung menuju ke balkon lantai atas café dengan membawa satu cup ice cappuccino kesukaannya. Diera memejamkan matanya sembari menikmati angin yang berhembus pelan.
“ selalu dan selamanya ice cappuccino di siang hari “ , ujar seorang lelaki
Suara itu cukup mengagetkan Diera sehingga membuatnya terbangun. Ya..benar saja Diera langsung berdiri dan terdiam saat melihat sesosok lelaki tengah berdiri di hadapannya. Bukan orang jahat. Dia orang yang dikenal baik oleh Diera. Ya..dia adalah Adias, lelaki yang 1 tahun lalu pergi meninggalkan Diera
dia kembali.. dia benar-benar kembali “ , benak Diera tak percaya
“ hai, Die.. kamu apa… “ ,
“ maaf, aku harus balik kerja. Permisi “ , Diera memotong perkataan Adias dan langsung pergi meninggalkan Adias
Adias terlihat kebingungan. Dia bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Diera. Kenapa Diera pergi begitu saja meninggalkannya. Dia terlihat tidak bahagia dengan kembalinya Adias. Kepala Adias dipenuhi pertanyaan akan rasa penasarannya terhadap sikap Diera yang dinilainya berubah. Adias yang sangat penasaran pun mencoba mencari tahu. Dia langsung turun ke bawah mencoba menemui Diera, namun tak sesuai yang diharapkannya, jam kerja Diera ternyata telah berakhir. Diera sudah pergi. Adias pun mencoba mengejar Diera karena menurut informasi dari rekan kerja Diera bahwa Diera belum lama pergi, maka Adias pun mencoba untuk mengejar Diera. Benar saja, Adias melihat Diera sedang berjalan dengan langkah yang cukup cepat, dengan sigap Adias lari dan menahan tangan kanan Diera. Diera terkejut..
“ kita harus bicara, Die. Please “ , Adias memohon kepada Diera
Diera melepaskan tangan Adias dari tangannya
“ aku sibuk, Adias “ ,
“ oke, kita bicara nanti. Malam ini, aku tunggu kamu di tempat biasa “ ,
Diera tidak menanggapi Adias. Diera hanya diam dan berlalu begitu saja. Hingga malam tiba, terlihat Adias yang telah menunggu Diera di sebuah taman kota. Waktu terus berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda jika Diera akan datang menemuinya malam ini. Rasa penasaran Adias pun semakin menjadi karena merasa Diera yang menjauh dari dirinya.

Keesokan paginya, Adias telah berada di depan rumah kos Diera. Diera yang saat itu membuka tirai jendela kamarnya pun melihat Adias berada di depan rumah kosnya. Diera pun berusaha untuk membuat Adias pergi dengan meminta bantuan teman kosnya untuk menanyakan kepada Adias sedang menunggu siapa jika menunggu Diera maka katakan jika Diera sudah pergi bekerja. Teman kos Diera pun menghampiri Adias dan mengatakan sesuai dengan yang diminta Diera. Adias terlihat tidak percaya namun selang beberapa menit kemudian Adias pun pergi dari depan rumah kos Diera.

Diera pun berangkat ke café dengan sedikit terburu-buru. Begitu terkejutnya Diera saat melihat Adias masih berada di depan rumah kosnya. Adias belum pergi ternyata. Diera pun mencoba untuk bersikap tenang di hadapan Adias. Adias menggelengkan kepalanya, tak percaya jika Diera melakukan hal ini hanya karena untuk menghindari dirinya.
“ kamu bohong ? “ , tanya Adias
“ maaf. tapi sekarang aku bener-bener lagi buru-buru. Permisi “ , ujar Diera yang langsung berlari. Ternyata Adias tidak berdiam diri, dia langsung mengejar Diera dan menahan tangannya lagi,
“ aku bilang, kita perlu bicara, Die “ , ujar Adias
Diera menghela napasnya,
“ maaf, tapi pekerjaan aku lebih penting “ , seru Diera dengan sedikit ketus
Adias tertegun mendengar ucapan dari Diera. Untuk pertama kalinya, Diera bicara ketus kepada dirinya dan untuk pertama kalinya juga Adias meneteskan air matanya karena Diera. Adias hanya terpaku melihat Diera yang berlalu pergi meninggalkannya.

Di sore hari, Adias kembali mendatangi cafe tempat Diera bekerja. Adias benar-benar menginginkan untuk bisa berbicara dengan Diera. Adias ingin melepaskan semua rasa penasarannya terhadap perubahan sikap Diera kepadanya. Diera yang saat itu telah selesai bekerja pun, berjalan keluar cafe. Di depan cafe, Adias telah menunggu dirinya. Diera lagi-lagi tidak bisa menghindar. Adias pun menghampiri Diera yang saat itu hanya berdiri melihat adanya Adias.
“ Die, please. Aku minta waktu kamu, kita harus bicara “ , ujar Adias memohon kepada Diera
“ kita harus bicara? Nggak ada yang mau bicarain sama kamu, Adias. Jadi, untuk apa? “ ,
“ tapi aku ada, Die. Aku mohon..” ,
“ oke, mau bicara dimana? “ ,
Adias langsung menarik tangan Diera menuju mobil miliknya begitu mendengar Diera setuju untuk bicara dengannya. Diera melepaskan tangannya dari Adias dan langsung berjalan masuk ke mobil Adias. Mereka pun pergi ke taman, tempat yang biasa mereka datangi. Adias pun menghentikan laju mobilnya dan memarkirkan mobilnya di pinggir taman. Mereka pun keluar dari mobil dan langsung menuju sebuah bangku panjang kosong tak jauh dari mobil Adias.
“ mau bicara apaan ? “ , tanya Diera langsung
“ aku buat salah apa sama kamu ? “ , tanya Adias balik
“ nggak ada “ , jawab Diera singkat
“ terus kenapa kamu menghindar dari aku ? “ , tanya Adias kembali
“ karena aku nggak mau kecewa lagi “ ,
“ kecewa? Kecewa kenapa? Maksud kamu, aku bikin kamu kecewa ? “ , Adias kembali bertanya
“ Adias, it has been one year. Its not the time to discuss about that “ , ujar Diera
“ hhh.. ngeliat kamu yang bersikap kayak gini, aku yakin kamu nggak pernah baca surat yang aku kirim buat kamu, iya kan? “ ,
“ iya. Aku nggak pernah membuka ataupun membaca surat-surat itu “ ,
“ oke, untuk saat ini aku udah selesai bicara sama kamu. tapi, satu hal yang aku minta sama kamu. kamu pulang, ambil, buka dan baca surat-surat itu “ , ujar Adias yang langsung pergi meninggalkan Diera
Diera terlihat kebingungan dengan sikap Adias kepadanya barusan. Diera pun memutuskan untuk pulang. Setibanya di kamar, Diera teringat akan perkataan Adias yang memintanya untuk membuka dan membaca surat-surat yang telah ia kirimkan. Diera pun mengambil kotak yang berisi surat-surat itu. Diera tak langsung membukanya, ia menatap kotak itu cukup lama. Ya, Diera berfikir jika ia membaca surat itu maka ia akan kembali terluka. Tapi tidak untuk kali ini, Diera memberanikan diri untuk membaca surat-surat itu. Satu per satu surat-surat itu dibaca oleh Diera. Diera tak berbicara sedikit pun, yang berbicara justru matanya, ya Diera meneteskan air matanya selagi membaca surat-surat itu, hingga Diera pun sampai di surat yang terakhir, tangis Diera pecah saat itu…

Dear Diera,
It has been one year since i left you, right?
Are you okay? Hope you’ll be okay…
I miss you so much, Die…
Is it fun? Finally, I say if I miss you so much
To be honest, i really hope that you’ll be replay my letter
But, the fact is not same as I hope. I dunno why..
I believe on you, I know you have your own reason
But, once again if I can hope to the last time, I want you to replay my letter
Tell me what happened with you, Die..I’m worrying you all of the time..
You know, you’re the special one for me. Although, we’re not in the love relationship
Eventhough I don’t know your feeling…
Next month, I’ll back to Jakarta. Hope, I can meet and talk with you..

Adias.


Keesokan paginya, Diera terbangun dari tidurnya dengan surat Adias yang masih berada di genggamannya. Diera berfikir untuk menemui Adias dan mengembalikan surat-surat itu. Ya, benar saja, surat-surat itu kembali membawa luka untuk Diera. Diera hanya ingin melupakan Adias, karena Diera tahu suatu saat Adias akan kembali pergi darinya dan dia tidak ingin itu terjadi. Menyimpan perasaannya menjadi satu-satunya cara terbaik agar tidak terluka. Setelah berfikir cukup lama, akhirnya Diera memutuskan untuk bertemu dengan Adias di taman biasa. Diera pun bersiap-siap..

Di taman, Diera telah menunggu Adias datang dengan sebuah kotak berisi surat-surat dari Adias. tak lama kemudian, Adias datang. Adias duduk disamping Diera. Adias bertanya-tanya dalam benaknya tentang apa yang akan dibicarakan oleh Diera. Diera memberikan kotak yang ia bawa kepada Adias.
“ ini kotak apa ? “ , tanya Adias bingung
“ itu surat-surat yang kamu kirim untuk aku. Aku udah baca semuanya “ , jawab Diera
“ terus..?? “ ,
“ aku balikin ke kamu. it makes me hurt “ , jawab Diera dengan mata yang berkaca-kaca
“ kenapa? “ , tanya Adias
“ Adias, jangan tanya kenapa. Aku nggak akan jawab apapun lagi. Sorry “ , ujar Diera yang langsung bergegas pergi namun ditahan oleh Adias
“ menyimpan rasa cintamu itu sama saja kamu menyakiti dirimu sendiri. maka jangan salahkan orang yang kamu cinta atas sakit yang kamu rasa “ , ujar Adias
Diera berbalik, menatap Adias…
“ Adias, kamu yang selalu pergi. Kamu yang selalu ninggalin aku. Jadi untuk apa? Untuk apa aku ngungkapin perasaan aku kalau pada akhirnya kamu pergi ninggalin aku ? “ , ujar Diera hingga meneteskan air mata yang ia coba tahan sedari tadi
“ tapi bukan kayak gini caranya, Die. Kalau kamu nggak mau aku pergi, kamu harusnya bilang sama aku. Aku bisa mempertimbangkan untuk pergi atau nggak “ ,
“ hanya mempertimbangkan kan? Bukan memutuskan. Kamu tahu aku, Adias “ ,
“ Die.. kamu juga tahu aku “ ,
“ iya, aku tahu kamu. makanya aku putusin buat nggak pernah mengungkapkannya. Karena pada akhirnya, kamu akan pergi ninggalin aku “ , ujar Diera
“ tapi, Die.. setidaknya kamu bisa bilang kan perasaan kamu ke aku “ , ujar Adias
“ buat apa? Buat nambah luka? Aku udah sakit karena kamu pergi dan aku harus nambah rasa sakit aku dengan bilang perasaan aku ke kamu? seharusnya, aku nggak pernah biarin hati aku terbuka untuk kamu “ ,
“ Die… “ ,
“ Adias ini bukan dunia harapan kamu, ini bukan dunia yang akan mewujudkan semua harapan kamu. kenyataannya, harapan kamu untuk kita berada dalam satu ikatan cinta itu nggak bisa terjadi. Kamu harus terima itu. akan ada seseorang yang bisa bersama dengan kamu dan menjalin satu ikatan cinta. Tapi bukan aku, Adias. Aku pergi.. jaga diri kamu baik-baik ya “ , ujar Diera yang langsung pergi

Sementara, Adias masih duduk di bangku itu sembari menangis melihat Diera yang akhirnya pergi meninggalkan dirinya. Rasa penasaran Adias memang sudah terjawab tapi rasa penasaran itu justru membawa luka yang sangat dalam baginya. Seseorang yang selama ini special di hidupnya, seseorang yang selama ini dia harapkan akan menjalin ikatan cinta dengannya justru menolak untuk menjalin ikatan itu.

Adias sadar, dirinya dan Diera memiliki prinsip hidup yang berbeda. Jika kebanyakan orang akan berjuang menyatukan dua perbedaan itu tapi tidak bagi Adias dan Diera. Mereka terlalu teguh memegang prinsip hidup mereka. Walaupun pada akhirnya mereka harus merelakan cinta mereka tidak bersatu dan merasakan luka yang membekas di hati keduanya. Tapi, mereka percaya jika suatu saat nanti aka nada seseorang yang bisa bersama dengan mereka dan menjalin ikatan cinta sesuai dengan yang mereka harapkan..




-THE END-